si dhita punya cerita

...cerita sederhana dari ku untuk sahabat dan untuk ku dari sahabat...

My Photo
Name:
Location: Jakarta,,, Indonesia

an ordinary girl with an extra-ordinary dreams..

Tuesday, December 12, 2006

Aku & Wanita yang Berpuisi

Aku & Wanita yang Berpuisi

Senja itu aku berjalan ditengah sawah.

Tiap langkah ku teriringi jutaan daun yang menghijau,

Parau dari kejauhan terdengar gemuruh adzan, Astagfirullah..seperti menyindir & membandingkan dengan penghijauan disekeliling ku.

Memang benar adanya, ia lahir dari ribuan belaian & asuhan, dengan harap guna yang telah jadi kodratnya.

Namun aku….aku ini lahir & tumbuh dari kontroversi dengan ribuan bibir yang mengecut penuh ambisi.

Akhirnya sesaat setelah senja akhirnya aku kembali dalam pangkuan doa yang membawaku menghadap dalam susunan wujud yang nampak haram dimata sang pencipta.

“ Aku & Padi “

A

ku tersenyum mendengar gadis itu meneriaki suara hatinya yang bisu & tertutup miliaran sel. & ia pun tak takut mengeluarkan alibi dari pergolakan hatinya yang dirundung rasa bersalah pada Sang Esa. Intinya aku kagum meskipun ini pertama kalinya aku melihat ia disebuah festifal sastra & puisi, sebelumnya ia tak ada, tak bersuara, atau mungkin mata ku yang terlalu kasat untuk melihat wanita semenarik dia.

malalui tahap seleksi yang begitu sengit para sastrawan senior yang bertindak sebagai juri telah menentukan pemenangnya. akhirnya pengumuman pemenang akan dibacakan oleh chief editor suatu surat kabar ternama yang menyelenggarakan acara tersebut. juara 3 dengan judul “ Senja di Gorong-gorong Jakarta Pusat “, juara 2 dengan judul “ konfrensi antek-antek kucing hutan “ , wah itu “ aku tersenyum & berjalan dalam ucapan syukur, namun siapa yang akan juara 1 ? sang chief editor itu pun langsung menghalau lamunan ku yang sedang mereka-reka tentang si penjuara“, juara 1 dengan judul “ aku & padi “, aku sudah menduga dia, wanita yang kukagumi itu yang akan menjadi juara. Namanya Shiva Ramadhan, Apa mungkin ia lahir di bulan Ramadhan atau lebih tepatnya lagi ia lahir pada malam Laylatul Qadr hingga mampu membuat sesuatu yang ia ucapkan di dengar banyak khalayak yang sibuk mengamati setiap detil yang terlontar dari bibir manisnya, “ seperti ashouk sejati lainnya yang lahir pada malam Qadr, ya malam Qadr dimana malam itu adalah malam misterius, tak ada yang tahu malam manakah yang menjadi malam Qadr selama bulan Ramadhan, & sepanjang malam itu, seluruh alam semesta tidur selama sejam. Sungai-sungai berhenti mengalir, roh-roh jahat tak lagi menjaga harta karun mereka. Rumput dapat kita dengar tumbuhnya, & pohon-pohon saling bicara. Para peri bangkit dari sungai-sungai, & para lelaki yang terbuahi malam itu akan menjadi orang bijak & penyair. Sang penyair mesti menyeru Nabi Elias, Santro Patron & semua penyair lainnya. Pada jam yang tepat, sang Nabi akan muncul, mengizinkan sang penyair untuk minum dari mangkuknya & berkata : “ mulai saat ini, kau adalah seorang ashouk sejati, & kau akan memandang segala hal di dunia ini dengan mataku. “ Demikianlah Sang Penyair itu diberkati, menguasai berbagai unsur alam semesta: para hewan & manusia, angin & lautan mematuhi suaranya, karena dalam kata-katanya tersimpan kuasa Sang Nabi.” *

Ah aku terlalu mendramatisir arti sbuah nama, tapi mungkin juga. Acara serah terima hadiah sudah terlaksana & kini acara tersebut sudah resmi ditutup, tapi aku masih penasaran dengan wanita yang berpuisi itu. senja sudah dari tadi meredup. Lampu-lampu semprong sudah dinyalakan di daerah pedesaan yang rentan akan listrik, lampu-lampu gedung itupun mulai terlelap, namun hanya sebagian & sebagian lain terpancar ke satu sosok wanita yang membuat ku kagum, ia tarlalu bingung mencari sesuatu yang bisa membawanya kembali ke dalam larutnya malam. Ku hampiri dengan segenap keberanian ku seperti ikut bergriliya dengan Fidel Castro di hutan Sierra Maistra saat ingin melumpuhkan para pemberontak. Semoga aku bisa membedakan mana pemberontak & mana wanita cantik yang ku kagumi.

“ kok belum pulang “ tanya ku yang agak kikuk melihat keberadaannya.

“ aku nunggu taksi, tapi dari tadi kok gak muncul-muncul “, jawabnya sambil membelakangi ku. “ mau aku anter pulang, sebentar lagi malam & aku rasa gak akan ada taksi yang muncul “

“ gak usah, terima kasih “, kali ini ia menjawab agak ketus.

“ oya selamat, kamu memang pantas menjadi juara pertama, aku kagum melihat kamu mempersentasikan puisi tersebut “ ia terdiam & cukup lama ia pun terdiam.

“ kamu kenapa ?, apa aku salah melontarkan ucapan seprti itu “, tanya ku yang mulai merasa kuatir dengan situasi.

“ enggak, kamu gak salah, cuma aku sedih melihat keadaan manusia yang sudah kurang menghargai syair “, jawab wanita itu.

“ lho, bukannya kamu sudah mendapatkan penghargaan & uang yang aku kira sudah cukup untuk wanita seumuran mu, lalu apa lagi ? “

Kini ia membalikan tubuhnya tepat searah dengan mata ku yang tertuju pada matanya.

“ kamu tau, para penyair timur tengah itu sangat menghargai syair & sastra, konon dulu para penyair itu rela memberikan segalanya hingga kepala mereka pun rela mereka berikan kepada para penyair lain yang bisa mengalahkanya. itu adalah salah satu alasan mengapa nama mereka masih di kenang, namun kau lihat sekarang syair & sastra hanya dihargai dengan seikat uang & selembar kertas penghargaan. & itu sebabnya aku sedih “.

Aku tertegun memikirkan perjuangan para penyair itu.

“ tapi ini Indonesia, dimana segala peraturan bisa dinegosiasikan dengan birokrasi yang bersifat sogokan atau imbalan yang bisa mengubah getirnya situasi menjadi damai, tapi apa mungkin pabila peraturan semacam itu masih berlaku hingga kini, wanita secantik dirimu akan merelakan kepalanya untuk dipenggal ?, aku rasa kamu tidak akan pernah berani untuk melakukan hal tersebut, & apabila aku menjadi sang penjuara, aku lebih baik mengawini mu dari pada membunuh mu dengan percuma “.

Kami berdua terdiam dalam sentuhan angin malam yang mulai mengintip dalam keheningan. Wanita itu mulai berjalan tanpa berkata, & fikiran ku mulai mengasumsikan bahwa wanita tersebut tak tertarik dengan keberadaanya & ratusan alasan negatif lain pun mengalir dalam selaput-selaput otak ku yang melemah, serupa seperti para politikus yang terlalu suka akan beningnya lensa kamera & hanya bisa mengintimidasi para pejabat, tanpa tahu apa yang telah sejujurnya dilakukan para pejabat tersebut, dimana seyogyanya para pejabat tersebut harusnya kita dukung untuk melakukan manuver-manuver perubahan ke tahap yang lebih baik, agar kita juga bisa lebih maju dari sekarang,

Perubahan adalah resiko yang bersifat hierarki, dimana di dalam perubahan akan melahirkan konsekuensi-konsekuensi yang harus kita lawan agar kita bisa sampai pada puncak yang kita impikan, & itu pula yang memaksa kaki ku untuk mengejar wanita itu,

“ maaf, bukannya aku ingin memaksa mu untuk aku antar pulang, tapi bukannya lebih baik demikian, & aku tidak punya niat jelek sedikit pun kepada mu “ ucap ku, yang terengah menyeimbangkan derap langkahnya yang makin mengancang.

“ apa kamu tidak mengerti, bahwa aku tidak mau kau antar pulang atau kau ajak bicara, & asal kau tau, engkau bukan tipe ku, puas kau sekarang “

aku terhempas secara tidak wajar, seperti luncuran peluru nyasar yang terbenam di jantung seorang anak sekolah dasar di Aceh dua tahun silam, jawabannya yang angkuh, merengkuh hati ini untuk keratusan kalinya memunguti puing-puingnya yang hancur. Wanita itu mengendap secara nyata untuk pergi meninggalkan aku dalam ke porak-porandaan.

Hei wanita apa kau tidak mengerti.

Para lelaki membuat daya imajinasi mereka berputar hanya untuk seorang wanita.

Ratusan, ribuan, mungkin milyaran syair yang mereka buat pula, hanya untuk seorang wanita.

Tapi maaf, kali ini aku mewakili seorang laki-laki yang merasa tereksekusi, tidak akan pernah menghamburkan tetesan tinta, untuk wanita angkuh seperti dirimu.

Wanita itu menghentikan langkahnya.

Hei laki-laki yang berbicara dengan intonasi dendam.

Apabila kau sudah dapat masuk dalam hati ku & keadaan pun memutuskan kita berpisah, kau pasti akan membuat syair yang buruk tentang diriku & itu akan terulang pada wanita setelah ku.

Jadi simpanlah tinta mu, agar kau terhindar untuk membuat syair tentang diriku atau sejenis ku.

Karena lelaki seperti dirimu, hanya memandang wanita melalui teropong kecil dengan daya, jangkau paras & lekuk pervitalan wanita yang sering hadir dalam Khayal menjelang tidur mu.

Hei wanita….

Coba kau lihat realita yang ada, para lelaki tak dapat tidur nyenyak karena pikiran mereka di sabotase satu sosok yang mereka idamkan.

Coba sekali lagi kau dengar melalui hati yang tulus, bahwa sudah banyak lagu tentang wanita yang indah & laku dipasaran.

Namun aku yakin, kau takan pernah bisa melakukannya apa lagi merasakannya..

Lebih baik kau siram hati mu itu dengan air keras & tutup lah dengan jerami yang penuh kotoran babi.

Karena wanita seperti dirimu takan pernah menjadi sumber mimpi atau lagu-lagu yang indah yang selalu ku ingat atau ku kulantunkan hingga aku terlelap.

Aku memutuskan pergi menjauh & meninggalkan wanita itu setelah monolog terakhir terucap, karena mungkin upaya ku sia-sia untuk dapat mengenal dirinya lebih dalam, & mungkin aku hanya sampah berlendir yang apabila ia mau , ia akan menaruhnya di tempat yang tepat atau mungkin ia akan menginjaknyanya sambil tertawa. Sudahlah, malam semakin pekat tanpa bintang yang biasanya aku ajak berdiskusi, mungkin bintang tak hadir karena tak tega melihat diriku yang lemah termakan ucapan wanita itu, atau mungkin akan turun hujan. Ya akan turun hujan. Wajah ku tertetesi satu-persatu yang turun dari langit. Ku lanjuti langkah ku ditengah hujan yang berusaha meresap kedalam tubuh ku yang sudah lama terasa sakit dalam kesendirian.

“ Hei laki-laki yang berpengharapan, ternyata engkau benar, aku bukan orang yang pantas untuk mendapatkan syair-syair yang indah dari para lelaki yang sering memimpikan aku & aku tidak seperti wanita lain yang bisa menjadi sumber inspirasi hidup para lelaki yang mengidamkan mereka. Namun mulai saat ini aku menginginkannya, maafkan aku. sesungguhnya aku pun kagum pada dirimu, aku terlalu sering memperhatikan mu dalam setiap festival yang kau ikuti, namun aku takut apa bila kau mengenali ku kau akan buat syair tentang diriku, & aku yakin diriku tak pantas mendapatkannya. kini engkau telah mengalahkan ku melalui syair, hanya dirimu yang bisa berbuat itu, sungguh hanya dirimu yang bisa mengalahkan ku, kini aku pula tak ingin lagi menjadi angin yang selalu lari ke segala arah tanpa tanggung jawab. namun aku ingin menjadi bumi yang selalu memberikan keindahan yang abadi hingga molekul-molekul kecil itu memberikan torehan-torehan perubahan yang selalu di ingat sepanjang masa. maka dari itu aku siap menerima semua konsekuensinya………..

*) Novel Ali & Nino. Kurban Said.

Diterbitkan Pertama kali tahun 1937

.

fie’

Untuk jiwa, raga & sebagian ruh ku yang hampir kosong.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home