si dhita punya cerita

...cerita sederhana dari ku untuk sahabat dan untuk ku dari sahabat...

My Photo
Name:
Location: Jakarta,,, Indonesia

an ordinary girl with an extra-ordinary dreams..

Tuesday, December 12, 2006

The Khadijah..by: 'fie

The Khadijah

Ku lihat guratan umur yang matang dengan asamnya pengalaman yang terbebani, dibawah bintang yang mengalun sendu ia menelusuri setiap tapak jalan dengan bakul berisikan gorengan & lontong isi, setiap peluh ia usap dengan senyuman kepada sang pelanggan, harap nya hanya dapatkan laba, hanya itu,,,hanya itu caranya untuk menyambung hidup hari tuanya di rumah singgahnya kini “ panti jompo “, sesungguhnya ini suatu perlakuan yang pelik didalam umurnya yang makin ujur dan seharusnya ia tinggal banyak tirakat untuk bekalnya kelak, dan aku dalam episode ini hanya berperan sebagai anak sekolahan menengah atas yang biasa membeli dagangannya setiap hari.

“ bu, biasa, lontong 2, bakwan 2 “

“ tumben, kok pagi sekali datangnya nak ? “, tanyanya pagi itu yang sudah siaga di depan sekolah ku.

“ iya bu, aku piket hari ini “, lihat lah tangannya yang nampak lelah saat mengorganisasikan pesanan ku kesehelai daun pisang & aku merasa ruhnya seperti mengatur monolog kecil dengan kejiwaan ku yang iba melihatnya.

sudah hampir 2 tahun setengah aku melihat, memperhatikan, & menelusup sinergi kehidupannya namun tak nampak kehidupan lain dalam hidupnya, tanpa banyak basa-basi aku ingin berterus terang tentang sesungguhnya keberadaannya dalam cerita yang mengatur imajinasi ku untuk mengerakan jari-jemari ini menulis kata indah untuk dinikmati dan dihayati, dia…dia itu KHADIJAH LAKSMINI, ku lihat nama itu dari data rumah jompo yang ia tempati, ia jarang bercengkerama dengan dengan penduduk jompo lain, entah mengapa, mungkin ia pula dimarginalkan dan tereksploitasi padahal ia mempunyai tutur kata yang halus & pribadi yang menawan.

Kista, ya…kista, ia mengidap kista seru seorang penjaga panti jompo yang hanya diajak bicara oleh Khadijah, pukul 4 pagi khadijah sudah mempersiapkan barang dagangannya, pukul 5 ba’da shubuh ia mulai bersiap menelusuri embun yang menyejukan rongga fikirnya yang makin redup termakan usia dan penyakit yang makin meresap, mengoyak, bahkan mengedor-gedor sistem kekebalan tubuhnya, anak semata hatinya tega meniggalkan dirinya didalam ruang serba kering dan keras, tanpa jengukan, tunjangan, apa lagi senyuman sejak 12 tahun silam,…jiwa ku bergerak ingin mengusut jati dirinya, namun penjaga tersebut seperti menyimpan banyak pemaknaan tentang khadijah,

“ dulu khadijah pernah terlihat ceria, ia sapa setiap penduduk jompo dengan senyuman, manis sekali saat itu, namun hal itu terhenti saat ia ceritakan padaku mengapa ia ceria, ia telah bertemu anaknya disebuah pasar bersama istri dan cucunya, tapi khadijah langsung murung dengan menjelaskan secara terbata-bata bahwa anaknya menganggap ia sebagai pengemis, terbukti dengan uang keping yang ia beri pada khadijah, setelah pelipur & penjaga hatinya wafat ia kerap disiksa anaknya, sesungguhnya hanya masalah sepele, anaknya hanya takut kehilangan harta warisan ayahnya, aku mengerutu dalam alam hati yang basah, nistakah khadijah harus mengemban dilema sejauh ini.

“nak, sesungguhnya apa yang kau inginkan dari khadijah ? “, tanya sang penjaga. Aku terbisu menahan jutaan jutaan huruf yang terorganisir dan terjaring untuk menggerakan lidah ku yang serta-merta mengatakan “ bukakan lah tabir hidupnya untuk ku “.

“ untuk apa nak, dan apalah arti seorang khadijah untuk mu ? “ hardik, penjaga itu

“ aku iri padanya, tubuhnya sudah melayu dan berbau tanah namun ia masih mampu menghujam bumi setiap saat, aku memandang khadijah layaknya mata air jernih ditengah lumpur yang memanas, didalam tubuhnya terdapat jutaan sel yang bisa saja suatu saat memadam, namun jauh dalam hati kecilnya ada semangat yang mampu menghidupkan kembali jutaan sel diambang gejolak hidupnya yang sangat sarat akan pengorbanan, sedangkan kaum ku, kaum hedonisme, kaum yang hanya bisa menahan gegap gempitanya cobaan dibalik ketiak kegigihan orang tuanya. Selang beberapa lama mulut ku mulai tetutup saat sang penjaga itu mengalih kerjakan lagi dirinya tuk menjadi indikator dalam cerita selanjutnya.

“ malam itu, dalam sebuah pesta dusun, khadijah tampil sebagai penari, wajahnya yang ayu, indah nan berbinar meliukan naluri para lelaki yang terperanga melihatnya, terlebih Darmo salah seorang ketua dari banyaknya centeng yang tersebar didusun itu, ia sangat terobsesi pada khadijah dan benar-benar menggilai hingga mencoba mengejakulasi dirinya secara persuasif & tersembunyi, pada akhir pementasaan Darmo memerintahkan anak buahnya untuk menculik khadijah, warga yang melihat kejadian tersebut hanya bisa ” berteriak tanpa bergerak “, mungkin dampaknya akan lebih dahsyat apabila salah satu dari mereka berani menahan antek-antek Darmo, khadijah diboyong ke sebuah pabrik tua sisa peninggalan kaum londo yang lari karena kebengisan pribumi akan kemerdekaan, selanjutnya salah satu pribumi seperti darmo ini memulai kebengisan melewati dimensi birahi yang akan ia tumpahkan pada kembang malang itu, khadijah tak mampu melawan lagi ,semakin ia melawan semakin menambah luka lebam ditubuhnya, ia hanya bisa menangis terhujam petaka dan terberai secara bergilir, secara perlahan kembang itu melunglai lemas dan hingga akhirnya membusuk.

Beberapa bulan kemudian anaknya lahir, seiring kedatangan duda beruang yang nama depannya terukir dengan inisial “ Hj “ & ia sungguh-sungguh ingin mempersunting khadijah, entah dari mana datangnya pria itu yang ku tau pasti saat itu khadijah langsung jatuh hati padanya, bukan karena harta, tapi karena kelembutan yang pria itu dalam melampiaskan energi positifnya untuk memanipulasi keadaan menjadi lebih baik tanpa mau mengorek aib pedih yang pernah dialami khadijah & mungkin ini jalan tuhan sekaligus hadiah dari buah kesabarannya dalam menerima cobaan hidup, waktu yang membawa khadijah dalam kebahagiaan & kasih sayang penuh dari tresnanya menyelimuti luka yang pernah meradang untuk beberapa saat, hidup bersama sang terkasih dalam mahligai keluarga yang berlatar belakang islami ” mungkin “ bukan berarti suatu kepastian hidup yang lepas dari cobaan tuhan, terbukti dengan tumbuh luka lain seiring berkembangnya janin iblis yang kini sudah melebihi akil baligh, khadijah merasa teraniyaya oleh tutur kata & prilaku anaknya sendiri, & anaknya pun tidak segan-segan untuk menyiksa khadijah apa bila sang ayah sedang tidak berada dirumah, aku yakin khadijah memberikan pendidikan yang terbaik untuk anaknya, tapi namanya pohon yang kuat dan terawat apabila didalamnya ditumbuhi rayap-rayap yang teralir darah iblis lama kelamaan pohon itu akan tumbang dengan sendirinya & mungkin bisa menimpa pemiliknya.

“ pa, bagaimana bapak bisa mengetahui secara detail tentang latar belakang khadijah ? “, tanya ku, tapi penjaga itu terdiam lalu melanjutkan ucapan demi ucapan tanpa mau menoleh pada pertanyaanku.

“ suaminya meninggal ba’da isya saat mengkaji isi al-qur’an dibangku goyang pelataraan rumahnya, terpukulnya khadijah saat itu membuat anaknya makin menggila & seperti kesetanan, pengaruh tersebut disulut oleh keluarganya yang makin keranjingan akan harta, terlebih-lebih saat menyuruh sang anak untuk mengirimkan khadijah ke panti jompo, dalam ketidak berdayaan hati yang masih belum bisa menerima kenyataan akhirnya khadijah sampai disini ditambah kista yang menyelimuti & menemani dalam kesendiriannya, & asal kau tau nak, aku ini adalah sebagian dari manusia yang hanya bisa “ berteriak tanpa bergerak “ di dusun malam itu, sesungguhnya aku ini menyukai & mencitai segala hal yang ia sukai, kami bersahabat sejak kecil, kami melewati hari-hari rimbun ditengah pematang yang selalu menjadi saksi betapa aku mencintainya, namun aku malu untuk mengungkapkan semuanya, selain itu aku hanya seorang bocah dusun yang berpenghasilan nasi pera & sebatang ikan asin, aku takut saat itu, antara takut kehilangan & takut untuk menyalurkan angan-angan ku yang lama-lama terbawa pergi angin sawah, akan tapi nak, aku bisa menikahinya disini,,,ya disini, dalam relung hati ini, tanpa harus mengatakan kenyataan sesungguhnya, didalam sini aku masih bisa membelai wajahnya yang mulai mengerut dengan penderitaan, aku masih bisa melihat gemulai tangannya dalam menyapu peluh kehidupan dengan senyuman, & aku masih bisa…aku masih bisa mencumbu angan-angan ku dengan nafas yang ia hembuskan untuk ku setiap harinya…ya aku masih bisa saat itu, namun kini aku kembali dengan bayu kelana, yang membawanya pergi dengan damai dalam untaian doa yang selalu kupanjatkan tiap malam untuknya.

Kami terdiam & otak kami tersimpul mati yang mengarah pada satu sosok yang kami angankan, kahadijah, kahadijah, khadijah, sedang apakah ia kini di surga, mungkin ia sedang meneguk air kebahagiaan atas semua upaya & cela yang mempunyai arti sendiri dimata tuhan,,,ya itu mungkin.

“ khadijah pernah menitipkan kalung ini pada ku, ini adalah harta terakhir khadijah “cakap penjaga itu, sambil memperlihatkan kalung itu pada ku, ku buka bandul tengahnya, ternyata…ternyata. Selipan dua foto itu aku mengenalnya, ya aku dekat dengan kehidupannya, aku paham karakternya, & aku dikasihinya, ia ayah ku, dan yang satu lagi ia kakek ku, jadi…jadi…jadi darah iblis itu ada & mengalir dalam elegi kehidupanku ku, ku terhenyap terombang-ambing buih yang membuncahkan kenyataan bahwa sejauh ini aku terfokus pada khadijah yang bersimpuh kemalangan namun ayah ku pesta pora dengan segala kenistaan.

“ pa terima kasih atas semua cerita tentang khadijah, aku senang mendapatkan pelajaran hidup dari seorang yang kusesali kepergiannya & jika diperbolehkan aku pinjam kalung ini “, sang penjaga mengangguk & tersenyum lepas, aku bergegas melangkah dengan membawa kalung itu & segundel penyesalan yang akan kulampiaskan pada ayah, aku tidak habis pikir dengan ayahku, apa otaknya sudah menyatu dengan lendir-lendir jutaan iblis yang menggerakan tubuhnya mendekati adzab, sungguh aku akan membeberkan ini dalam sidang keluarga yang ku buat dalam menguak suatu fakta besar & akan jadi fenomenal.

Pada akhirnya mereka semua mengakuinya, ya ayah & keluarga besarku yang ikut andil dalam peristiwa itu, kini mereka sadar akan kelakuannya, & kini mereka pula sering ziarah ke makam khadijah & berdoa agar khadijah diterima disisinya dengan mahkota indah dari sang Pencipta yang Khalik.

Kini aku masih menetap didepan meja komputer, mengurusi permintaan pelanggan rumah makan yang aku kelola dengan nama yang aku pampang dalam kebanggaan…… “ Warung Khadijah “.

& aku pun telah beristri yang mewarisi keanggunan dari ahlak seorang khadijah & kami membuat tulisan ini untuk mengenang para khadijah yang telah banyak menyumbangkan aspirasi & motivasi dalam korelasi kehidupan kaum adam, & saya akui sebagai kaum , saya mengidamkan sosok itu hadir dalam keseharian untuk memberi warna melalui torehan nasihat kecil yang mempunyai efek besar bagi sifat-sifat manusia yang makin keranjingan dengan liarnya dunia, oleh sebab itu sayangilah khadijah mu seperti ia yang selalu menyayangimu melalui doa & senyuman, & jangan pernah sekali pun kau campakan keberadaannya atau keberadaan yang akan mencampakan diri mu dalam kedurhakaan.

fie’

untuk jiwa, raga, & sebagian ruh ku yang hampir kosong.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home